TUNTUNAN BAGI SI PEMBERI
dan SI PENERIMA
Banyak Petunjuk Al-Qur’an maupun hadits bagi mereka yang berpunya dan mau memberi. Tetapi, juga tidak sedikit Al-Qur’an dan hadits yang memberi petunjuk bagi yang butuh atau peminta. Alangkah baiknya jika masing – masing menghayati petunjuk agama, sehingga keduanya dapat menempatkan diri sesuai dengan petunjuk Ilahi.
“Jangan menghardik para peminta," demikian petunjuk Al-Qur’an kepada yang dimintai, baik meminta materi maupun bukan. Sayang, kita tidak mendapatkan informasi dari Al-Qur’an tentang bentuk – bentuk hardikan terlarang itu.
Namun, dari pengalaman pribadi Rasul saw, kita temukan ayat yang menegur beliau hanya karena bermuka masam, serta berpaling ketika seorang buta bernama Abdullah Ibnu Maktum datang meminta pengajaran. Walaupun kedatangannya ketika itu kurang tepat menurut kita karena Nabi saw, sedang mengadakan pertemuan dengan para pemuka masyarakat Quraisy yang masih musyrik (QS 80 : 1-11).
Menyangkut permintaan materi, Nabi mengingatkan yang diminta : “Janganlah menolak permintaan seseorang, walaupun seandainya kamu melihatnya memakai sepasang gelang emas.” Dan agar tidak memberatkan yang dimintai, juga tidak menghilangkan air muka si peminta, Nabi berpesan : “Bersedekahlah meskipun hanya dengan sebiji kurma,” Tapi, ingat! Pemberian jangan disertai dengan yang dapat menyinggung atau menyakitkan hati si penerima (lihat QS 2 : 264).
Di pihak lain, Nabi mengingatkan si peminta : “Siapa yang meminta guna memperkaya apa yang dimilikinya, maka sesungguhnya ia hanya mengumpulkan bara api (neraka).” Sementara itu, Al-Qur’an memuji mereka yang butuh namun enggan meminta : Orang yang tidak tahu, menyangkanya kaya karena harga dirinya menghalangi ia mengulurkan tangan (QS 2 : 273).
Seorang sahabat Nabi yang bernama Tsaubân, mendapat jaminan surga karena berjanji tidak akan mengulurkan tangan begaimanapun keadaan yang sedang dihadapinya. Sabda Nabi “tangan di atas (pemberi) lebih baik dari tangan yang dibawah (peminta)”, bukan hanya ditujukan kepada orang yang berpunya agar memberi, tetapi juga kepada yang butuh supaya enggan meminta.
Imam Ahmad Ibn Hanbal ditanya mengenai kapan seseorang diperbolehkan meminta “Ketika ia tidak memperoleh makan malam maupun siang,” demikian jawaban pakar hukum dan hadits ini. Dari sini diketahui bahwa bagi orang yang meminta sesuatu yang bersifat materi – bila ia Muslim yang baik lagi mengerti, benar – benar adalah dia yang sangat membutuhkan. Dalam konteks inilah Al-Qur’an berpesan, jika ada orang yang meminta maka janganlah dihardik (lihat QS 80 : 8 – 10). Dan dalam konteks ini pula yang berpunya diharapkan memberi sebelum diminta.
Ketika Umar r.a diberi sesuatu oleh Nabi, ia menolak : “Berikanlah kepada yang lebih miskin.”
“Terimalah pemberian selama engkau tidak meminta. Itu adalah rizki Tuhan, gunakan atau sedekahkan. Engkau boleh menerima selama tidak menengadahkan kepala kepada yang berpunya untuk menanti pemberiannya,” demikian pesan Nabi.
“Demi tuhan yang jiwaku ada di tangan – nya, aku tidak pernah akan meminta, tetapi tidak pula akan menolak selama diberi,” demikian Umar r.a. bersumpah (HR Muslim dan Nasâi).
Inilah sebagian petunjuk agama yang perlu di hayati oleh setiap orang agar tidak terlihat pamer kemiskinan di persada bumi ini.
(Dinukil dari buku ‘LENTERA HATI, Kisah dan Hikmah Kehidupan’, M. Quraish Shihab, Mizan, 1994, Hal 194 - 196)
Kamis, 17 Januari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar